Jakarta, AYI (17/1/2022) – Liu Qiangdong – dikenal sebagai Richard Liu – lahir pada 10 Maret 1973 di sebuah desa kecil di wilayah luar Suqian. Tumbuh di pedesaan yang miskin, sejak kecil Liu jarang dapat menikmati banyak jenis makanan, selain dari ubi dan jagung, namun karena memiliki keuletan luar biasa Liu dapat bangkit dari kemiskinan menuju sebuah kesuksesan.
Hari ini, Liu hadir sebagai pendiri dan CEO dari JD.com, dengan jumlah kekayaan hingga lebih dari $ 11 miliar, menurut Forbes. Bekerja hingga 16 jam sehari, etos kerja Liu yang konsisten telah membuat JD tidak hanya menjadi situs web belanja online paling tepercaya di China, tetapi juga perusahaan dengan inovasi tak tertandingi dalam bidang teknologi dan logistik.
Dibesarkan di desa Chang’an di Provinsi Jiangsu Cina, Liu adalah kisah nyata tentang perjalanan seseorang menuju kemakmuran. Pada awalnya orang tua Liu adalah seorang petani padi, yang kemudian mencari peruntungan baru dengan mendirikan sebuah perusahaan keluarga di bidang pengiriman batu bara. Sejak Liu kecil, mereka kerap kali berpergian dan menyerahkan tanggung jawab mereka kepada nenek dari pihak Ibu Liu. Tidak hanya itu, sebelum paham komunisme diadopsi di China pada akhir 1940-an, keluarga Liu adalah seorang kaya dan pemilik kapal angkut barang di sepanjang sungai Yangtze dan kanal kekaisaran kuno dari Beijing di utara ke Hangzhou di selatan. Namun, terlepas dari latar belakang dan sikap orang tuanya, Liu berterima kasih kepada mereka karena memiliki budaya kekeluargaan yang kuat dan mengajarkan-nya pelajaran kehidupan bahwa semua yang ia miliki dapat diambil dari-nya kapan saja, bagaimana ia seharusnya memperlakukan orang lain, dan nilai-nilai kehidupan lain.
Di awal hidup-nya, Liu sudah terinspirasi oleh nilai-nilai kehidupan yang telah ditanamkan oleh orang tua-nya dan kakek-neneknya. Pada sebuah kesempatan langka di mana keluarga-nya mampu untuk membeli daging untuk makan, Liu akan menemani nenek-nya untuk pergi ke koperasi petani dan menghadiahkan kacang kepada para penjual agar mereka mau memberikan potongan daging yang paling gemuk kepada-nya. Setelah mendapatkan potongan daging terbaik, keluarga-nya menghitung setiap ons daging yang diterima, makan setiap potongan yang diperoleh, dan menyimpan sisa lemak untuk kebutuhan memasak di kemudian hari. Karena keadaan inilah, Liu selalu bermimpi untuk membuat sebuah perubahan. Liu kerap kali mengamati rumah kepala desa yang memiliki rak makanan berisi banyak potongan daging dan bermimpi suatu hari ia akan menjadi seorang kepala desa, sehingga alih-alih menyimpan banyak potongan daging untuk dirinya sendiri, Liu akan memastikan setiap orang di desa tersebut memiliki kesempatan untuk menikmati potongan daging, sebanyak mungkin dan sesering yang mereka mau.
Sejak kecil Liu adalah seorang inovator dan pemimpi. Suatu saat ia menyarankan kepada nenek-nya untuk menggunakan air panas mendidih untuk membersihkan sisa lemak daging dari panci agar dapat mencairkan sisa lemak yang terdapat di dalam-nya. Dengan menggunakan air panas, mereka dapat menyimpan campuran air dan lemak yang tersisa dan menggunakan-nya kembali untuk membumbui sup, memastikan tidak ada bahan makanan yang terbuang percuma. Lebih lanjut, saat masih duduk di sekolah dasar, Liu pernah meyakinkan teman-temannya di sekolah untuk berjalan ke kota terdekat setelah kelas berakhir hanya karena ia mendengar bahwa gedung pemerintah baru-baru ini memasang teknologi pembangkit listrik baru, yang tidak dimiliki oleh desa tempat Liu tinggal. Seperti sebuah adegan kartun, Liu berdiri di bawah sebuah bola lampu dan melihat ke atas dan terpicu oleh ide bahwa di luar sana ada teknologi yang lebih besar dan semakin besar daripada apa yang bisa ia bayangkan.
Begitu Liu mulai bersekolah di sebuah sekolah menengah di Suqian, mimpinya mulai berkembang melampaui mimpi menjadi seorang kepala desa. Saat masa liburan dimana teman-teman seumuran-nya sedang asik bersantai dan menikmati waktu luang mereka, Liu malah mengambil sedikit uang di tabungan-nya, yang ia peroleh dengan susah payah, dan menggunakan-nya untuk bepergian sendiri ke tempat yang lebih jauh daripada yang pernah ia kunjungi sebelum-nya. Liu pertama kali naik mobil ke kota Xuzhou, jaraknya sekitar 120 kilometer, kemudian naik kereta ke Nanjing, ibu kota provinsi Jiangsu, dan tiba disana pada jam satu pagi. Ini adalah kota terbesar yang pernah ia kunjungi, padahal sebelum-nya Liu bahkan tidak mengetahui bahwa ada kota-kota yang lebih besar daripada Suqian. Ia mengitari gedung pencakar langit setinggi 37 kaki dengan heran dan terkagum-kagum mengetahui bahwa gedung bisa dibangun setinggi itu. Dari perjalanan-nya, Liu belajar bahwa di luar sana pasti ada banyak kota yang lebih besar daripada kota yang pernah ia kunjungi, tidak hanya Beijing dan Shanghai di China, tetapi juga banyak kota di seluruh belahan dunia. Liu bermimpi untuk dapat melihat setiap kota di dunia – Paris, London, New York, dan menikmati semua keindahan yang mereka tawarkan.
Ketika tiba waktunya bagi Liu untuk mendaftar masuk ke universitas, dari dalam dirinya ia tahu ia hanya ingin kuliah di kota-kota besar di China. Mempertimbangkan berbagai pilihan universitas di Kota Shanghai dan Beijing, Liu kemudian memutuskan untuk mendaftar kuliah di Universitas Rakyat China, atau yang sekarang dikenal sebagai Universitas Renmin di Beijing. Hal yang menghalangi jalan masuk Liu ke dalam universitas pilihan-nya bukanlah rangkaian tes seleksi masuk yang ketat, tetapi biaya tiket kereta ke sana. Biaya tiket untuk perjalanan sejauh 782 kilometer adalah sebesar 400 yuan atau sekitar $ 75 dolar – jumlah yang tidak sedikit jika melihat kondisi perekonomian keluarga Liu yang sulit. Syukurlah, para penduduk di desa tempat Liu tinggal dengan sepenuh hati percaya kepada Liu dan berkontribusi untuk membantu Liu dengan apapun yang mereka punya. Sementara beberapa orang memberikan bantuan uang kepada Liu untuk membeli tiket kereta-nya, beberapa yang lain yang tidak memiliki cukup uang malah memberi-nya telur untuk dimakan, sehingga disana ia tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk makan. Liu menerima begitu banyak telur, sesampai-nya di Beijing ia bahkan tidak perlu membeli bahan makanan selama seminggu penuh.
Di Universitas Renmin, Liu mengambil kuliah di bidang sosiologi dengan pemikiran bahwa ia mungkin menjadi seorang politikus. Ia mendapat pekerjaan di sebuah bisnis kecil, namun tidak mampu untuk membeli mesin cetak sehingga harus menulis salinan surat manual dengan tangan, dan pada akhirnya ia berhasil untuk tetap unggul di dalam studi-nya. Sebagai seorang pekerja keras, Liu selalu ingin melakukan sesuatu yang produktif dengan waktu luang yang ia miliki. Ia memilih untuk belajar sendiri tentang pemrograman komputer, dan kemudian menyadari bahwa ia cukup mahir dalam bidang itu. Pada wirausaha pertama-nya, Liu mulai menggunakan keterampilan baru-nya di bidang pemrograman komputer untuk menghasilkan uang, dan berkat tinggi-nya permintaan akan jasa-nya pada saat itu, Liu mamp menghasilkan lebih banyak uang lagi, lebih daripada apa yang pernah ia impikan.
Liu menggunakan sebagian dari uang yang ia peroleh untuk membeli komputer dan ponsel pribadi. Pada awal 1990-an, ponsel Motorola sendiri dihargai $ 4.000, bahkan harga komputer bisa lebih mahal lagi. Liu juga memiliki rumah baru yang ia bangun untuk keluarga-nya di desa, dan sisa uang-nya kembali disimpan untuk ditabung. Setelah sibuk melakukan wirausaha, Liu menggunakan tabungan-nya untuk membeli sebuah restoran kecil di wilayah luar kampus. Liu bermimpi mengubah restoran tersebut menjadi sebuah restoran yang sukses, tetapi sayang-nya ia kurang berkomitmen perihal waktu dan bersikap cukup naif dalam menjalankan usaha-nya, sehingga membuat situasi semakin memburuk dengan cepat. Juru masak dan manajer dari restoran tersebut saling jatuh cinta dan mereka segera menyusun rencana untuk mencuri usaha tersebut dari-nya, mulai dengan mengambil uang dari kasir hingga memalsukan tanda terima pembayaran untuk memeras Liu agar mendapatkan lebih banyak uang. Setelah delapan bulan beroperasi, pada akhir-nya restoran tersebut ditutup dan melalui pengalaman ini Liu belajar penting-nya memiliki pendidikan dan pengalaman akan bidang manajemen.
Pada tahun 1996, Liu lulus dari Universitas Renmin dan mulai bekerja di sebuah perusahaan produsen suplemen herbal bernama Japan Life. Tidak pernah hanya melakukan satu hal pada satu waktu, Liu terus menaiki tangga karir perusahaan sambil mengejar gelar EMBA-nya dari Sekolah Bisnis Internasional China Eropa. Walaupun mengejar banyak hal di dalam hidup-nya, pendidikan sekaligus karir, Liu berhasil untuk unggul di kedua-nya, bahkan berhasil mendapatkan gelar-nya bersamaan dengan promosi jabatan menjadi Direktur Komputer dan Layanan. Semasa karir-nya selama dua tahun di Japan Life, Liu secara konsisten menabung dan memperoleh pengalaman MBA dan manajerial. Ia kemudian keluar dari perusahaan tersebut, untuk memulai bisnisnya sendiri.
Pada mula-nya, JD.com belum menjadi raksasa e-commerce sebagaimana yang kita kenal sekarang. Perusahaan belanja online tersebut awal-nya bahkan tidak memulai usaha di bidang online, tetapi di bidang ritel dengan menggunakan bangunan seluas 4 meter persegi, bertempat di salah satu pusat perbelanjaan produk teknologi di Beijing, Zhongguancun. Dengan tabungan-nya yang disimpan dengan sangat hati-hati (12.000-yuan atau $ 1.760), Liu menyewa stan kecil pada tanggal 18 Juni 1998 dan memulai Jingdong. Liu mulai dengan menjual mesin penggerak magneto-optical, sejenis penggerak cakram optik yang mampu menulis dan menulis ulang data pada perangkat yang penampilan-nya mirip dengan disket, dan mendobrak model bisnis pada platform teknologi yang tipikal dengan hanya menjual produk yang asli dan menolak penawaran harga. Meskipun bentuk bisnis ini tidak biasa pada saat itu, Liu mengikuti nasihat orang tua-nya yang mengatakan bahwa bisnis adalah kepercayaan dan kepercayaan adalah bisnis. Dalam menjalankan model bisnis ini Liu segera menjadi sukses di pasar, berkat kepercayaan para pelanggan-nya kepada pada diri-nya dan produk yang ia jual.
Pada tahun 2003, setelah lima tahun beroperasi, bisnis Liu mengalami lompatan besar. Liu berhasil memperluas usaha-nya dan membawa semua jenis produk elektronik, sehingga menjadi jaringan bisnis ritel yang sukses dengan dua belas toko di seluruh wilayah Beijing, Shanghai, dan Shenyang. Namun, pada tahun itu, Liu dilanda kenyataan pahit – wabah SARS yang mempengaruhi sebagian besar China mencegah pelanggan dan staf untuk datang ke toko-nya. Liu dengan terpaksa menutup sementara semua toko-nya, Liu terancam kehilangan perusahaan-nya jika ia tidak bertindak cepat dan menemukan cara untuk terus mendapatkan penghasilan. Liu menolak untuk menyerah, dan seperti seorang visioner sejati, ia datang dengan sebuah ide yang tidak hanya akan menguntungkan orang-orang China selama epidemi SARS, tetapi terus membantu mereka selama bertahun-tahun yang akan datang.
Liu mulai memposting produk-nya ke papan buletin online. Sebelum keadaan-nya seperti saat ini, dimana berbelanja online adalah hal yang biasa, pada awal-nya masyarakat begitu berhati-hati dalam membeli produk di internet. Tetapi, berpegang teguh pada apa yang diajarkan orang tua-nya, Liu kemudian mengetahui bahwa salah satu pelanggan toko ritel-nya menemukan produk yang ia jual secara online dan menjamin kredibilitas Liu dan produk-nya di sebuah papan buletin. Melalui cara ini, bisnis Liu dapat bertahan. Bahkan setelah Liu membuka kembali toko ritel-nya, ia tetap mempekerjakan seorang karyawan penuh waktu untuk memposting produk-nya ke papan buletin. Setelah meninjau data penjualan setelah satu tahun toko ritel-nya beroperasi menjual produk secara online, Liu memahami bahwa belanja online adalah sektor yang tumbuh dengan cepat yang diinginkannya. Liu-pun kemudian mulai untuk menutup semua toko ritel-nya.
Pada tahun 2004, Liu menciptakan JD.com – toko serba ada – sebagai sebuah toko online. JD.com bukan toko biasa; Liu memastikan dalam melayani pelanggan, JD.com memberikan pengalaman belanja online kelas satu dalam setiap langkah dan proses. Hal yang membedakan JD.com dari para pesaing lain-nya adalah bahwa mereka mengontrol setiap aspek rantai pasokan untuk item 1P. Sehingga, setiap saat pelanggan membuat pesanan di JD.com, perusahaan bertanggung jawab atas produk tersebut sejak ia meninggalkan gudang JD, berpindah ke pusat pemenuhan regional atau nasional, dan hingga sampai ke pintu rumah pelanggan – termasuk jarak tempuh paling akhir. Liu juga mencoba memerangi epidemi penjualan barang palsu yang memengaruhi sebagian besar wilayah Tiongkok. Sejak awal, Liu tidak menoleransi pemalsuan produk. Salah satu upaya yang ia lakukan adalah dengan membatasi jumlah penjual di JD.com, sehingga JD dapat melakukan pengawasan ketat terhadap produk yang diperjualbelikan.
Setelah menjual sebagian besar produk konsumen (consumer goods) dan produk elektronik pada beberapa tahun pertama, JD.com kini menjadi tujuan pilihan untuk semua kebutuhan belanja online. Situs ini menawarkan banyak pilihan produk kepada masyarakat China, yang mencakup makanan segar, pakaian, alat elektronik, mainan, kosmetik, dan banyak lain-nya. Liu bahkan telah memungkinkan produk ini dikirimkan pada hari yang sama atau hari berikut-nya dengan membangun jaringan pemenuhan nasional.
Saat ini, Liu Qiangdong tengah mengarahkan JD untuk membentuk kemitraan strategis dengan WeChat, Walmart, dan Google — memajukan jangkauan global brand dari JD. Selain itu, Liu juga berhasil memimpin JD menjadi IPO terbesar dari perusahaan China di AS pada saat mulai diperdagangkan di NASDAQ.(AYI)